Perkara minyak goreng masih menjadi momok yang menghantui negeri ini. Padahal, masalah sudah berlarut sejak Oktober tahun lalu.
Awalnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebut kenaikan harga minyak goreng bersumber dari acuan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) internasional yang melambung akibat terganggunya pasokan bahan baku minyak nabati lain.
Kala itu, ia masih optimistis dapat mengendalikan harga minyak goreng dan memberlakukan kebijakan minyak goreng kemasan Rp14 ribu per liter pada Januari 2022. Untuk melaksanakannya, dialokasikan dana Rp7,6 triliun lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Bukannya terkendali, minyak goreng kemasan malah hilang di pasar-pasar. Masih di Januari, Lutfi mengubah kebijakan lewat pemberlakuan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk produsen minyak goreng.
Mendapat kritikan dari berbagai pihak karena , Lutfi memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah Rp11.500, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500, dan minyak goreng kemasan premium Rp14 ribu.
Sudah berbagai jurus dikeluarkan, tapi nyatanya belum ada yang efektif mengatasi masalah harga dan stok minyak goreng. Menurut Lutfi, seharusnya minyak yang digelontorkan ke pasar sudah lebih dari cukup untuk konsumsi.
Pada 9 Maret lalu ia mengklaim 393 juta liter minyak goreng sudah membanjiri pasar. Karena itu, ia curiga kelangkaan dan mahalnya minyak goreng dikarenakan penimbunan dan penyelundupan oknum yang dia sebut sebagai ‘mafia’.
Pada pertengahan Maret ini, Lutfi kembali menerbitkan aturan baru, yaitu HET minyak goreng curah Rp14 ribu per liter dan harga minyak goreng kemasan dilepas ke mekanisme pasar.
Masih bergulir, Kamis (17/3) lalu, Lutfi memastikan tiga tersangka penimbun atau mafia minyak goreng ditangkap dan diumumkan pada Senin (21/3). Ia juga berjanji akan mengumumkan nama calon tersangka tersebut pada minggu setelahnya. Namun, hingga kini Lutfi belum kunjung menepati janjinya.
“Saya akan pastikan mereka ditangkap dan calon tersangkanya akan diumumkan pada hari Senin, baik itu yang mengalihkan minyak (goreng) subsidi ke minyak industri, yang diekspor ke luar negeri, yang di-repack,” ujar Lutfi saat itu di hadapan Komisi VI DPR RI.
Karena tak tepat janji, Lutfi pun mendapat sentilan dari Ketua Komisi IV DPR Sudin. Sudin menyindir bahwa seorang pejabat negara juga harus menanggung risiko yang dihadapi. Ia tak merinci risiko yang dimaksud.
“Seorang pejabat jangan hanya mau enaknya, risikonya pun harus ditanggung. Jangan bilang ‘besok saya umumkan’ tapi sudah seminggu loh ini tapi nyatanya enggak ada,” imbuhnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (30/3).
Sudin menilai bungkamnya Lutfi dikarenakan ia masih bingung jika mafia yang ia maksud benar ada atau tidak.
“Kalau kata saya dia (Lutfi) bingung, mafianya antara ada dan tiada. Kalau ada kan kenapa bilang besok saya umumkan? Umumkan saja langsung,” tegas Sudin.
Menjawab sindiran Sudin, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan menjelaskan alasan Lutfi mengurungkan niatnya mengumumkan nama mafia terkait dengan masalah bukti.