Adanya penemuan teori peradaban manusia modern berasal dari tanah melayu oleh Prof Stephen Oppenheimer beberapa tahun lalu, dapat ditemukan dalam karya bukunya yang berjudul “Eden in the East”. Teori Oppenheimer yang ditulisnya, dapat pula menjadi rujukan bagi masyarakat Indonesia guna melengkapi berbagai teori yang telah berkembang hingga saat ini.
Dalam Teori Oppenheimer, dengan tegas dinyatakan bahwa nenek moyang dari induk peradaban manusia modern (Mesir, Mediterania dan Mesopotamia) berasal dari tanah melayu yang sering disebut dengan Sunda land (Indonesia). Teori ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama puluhan tahun oleh beberapa Dokter ahli genetik dengan struktur DNA manusia yang telah ditemukan.
Dalam bukunya, Prof Stephen juga menegaskan keberadaan orang-orang Polinesia (penghuni Benua Amerika) bukan berasal dari Cina seperti berbagai tulisan dalam berbagai buke teks pelajaran sejarah, melainkan dari orang-orang yang datang dari dataran yang hilang dan berasal dari pulau-pulau di Asia Tenggara.
Lantaran masih terbilang baru, sekitar tahun 2010 buku ini diterbitkan, Teori Oppenheimer mungkin belum begitu populer dikenal masyarakat luas. Kondisi tersebut, hampir sama dengan berbagai keunggulan minyak sawit yang nyaris tak dikenal para konsumennya. Kendati, minyak sawit telah menjadi minyak nabati paling populer dan berkelanjutan di dunia.
Keberadaan minyak sawit sebagai minyak nabati global, memang terbilang paling buncit mengalami perkembangan. Lantaran, keberadaan minyak sawit berasal dari pohon kelapa sawit yang berasal dari hutan-hutan di Benua Afrika. Sebagai pohon yang tumbuh didalam hutan, maka tak salah pula, bila banyak pendapat yang selalu membela keberadan pohon sawit sebagai tanaman hutan.
Cikal bakal keberadaan pohon sawit yang berasal dari hutan-hutan di Benua Afrika, juga menjadi bagian asal-usul sejarah, yang belakangan ini juga terkesan menjadi ahistoris. Seolah-olah adanya pendapat pohon kelapa sawit sebagai pohon perkebunan, mengesampingkan sejarah asal-usul pohon kelapa sawit yang hidup berdampingan dengan berbagai pohon hutan lainnya.
Bahkan, keberadaan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), juga seolah-olah meng-amini berbagai pendapat yang secara tegas menolak pohon kelapa sawit sebagai pohon yang berasal dari hutan. Apakah yang menjadi sebab berbagai perseteruan tersebut? Bisa jadi, dasar literatur yang digunakan serba berbeda, sehingga opini yang disampaikan menjadi tidak serupa.
Namun, perbedaan tersebut harusnya bisa mengerucut menjadi kesimpulan bersama. Jika bersepakat pohon kelapa sawit bukan sebagai pohon hutan, lantas pohon kelapa sawit dikategorikan sebagai pohon apa? Secara kasat mata, pohon karet yang berasal dari hutan, ketika dikembangkan menjadi perkebunan karet, juga tak pernah bermasalah, ketika disebut sebagai hutan karet. Apa yang salah dengan hutan sawit?
Terbiasa mengalami perdebatan dari sektor hulu hingga hilir minyak sawit, namun permintaan pasar global yang berasal dari konsumen, juga terus mengalami berbagai peningkatan. Kendati baru semenjak tahun 2006 silam, minyak sawit menjadi raja minyak nabati dunia, namun peningkatan konsumsi global terus mengalami pertumbuhan yang signifikan.
Bak bertepuk sebelah tangan, melesatnya permintaan pasar yang berasal dari konsumen, tidak turut mendorong tumbuhnya pasokan yang berasal dari perkebunan kelapa sawit. Lantaran, pasokan global yang berasal dari Indonesia dan Malaysia, justru mengalami stagnasi berkepanjangan. Alhasil, pertumbuhan konsumsi minyak nabati di pasar global, tidak dapat diimbangi dengan pertumbuhan produksi, yang berasal dari perkebunan kelapa sawit semata.
Persaingan pasar global, selalu mendampuk keberadaan minyak sawit diantara minyak soybean (kacang kedelai) dan minyak sunflower (biji matahari) yang selalu bertumbuh luasan lahan dan produksinya setiap tahun. Sangat kontras, dengan keberadaan pertumbuhan lahan perkebunan kelapa sawit, yang masih terus mengalami keterbatasan dan berbagai hambatan regulasi, namun produksinya terus bertumbuh.
Gambaran diatas itulah, yang secara dinamika terus terjadi di dalam bisnis minyak sawit. Kondisi terkini, juga masih terus bergelut dengan mahalnya harga minyak goreng di pasar domestik dan menjadikan kegaduhan masyarakat luas. Secara nyata, keberadaan perkebunan kelapa sawit, telah memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian masyarakat luas dan pendapatan besar bagi devisa negara.
Peradaban manusia yang berhasil dibangun perkebunan kelapa sawit, telah secara nyata pula, turut mendorong berbagai dinamika pembangunan dan pemikiran yang terus bertumbuh. Berasal dari pembangunan perkebunan kelapa sawit di daerah pelosok dan terpencil, menyebarkan berbagai produk turunan minyak sawit di berbagai kota hingga negara tetangga.
Akhirnya, minyak sawit bisa menjadi bagian dari solusi yang diinginkan bagi kemajuan peradaban manusia, namun bisa pula, menjadi sumbatan dan penghalang bagi pihak yang tidak menginginkannya. Dimanakah pemikiran dan keberpihakan kita?
Sumber berita : infosawit.com