Salah satu anak usaha Holding BUMN Perkebunan PTPN III (Persero), Palm Co, bersiap menggelar initial public offering (IPO) pada akhir 2023 seiring dengan proses konsolidasi sejumlah anak usaha yang memasuki tahap finalisasi.
Sebagaimana diketahui, konsolidasi pada anak-anak usaha PTPN III (Persero) terdiri atas pemisahan dan penggabungan aktiva dan pasiva pada beberapa entitas anak usahanya.
Transaksi pertama adalah pemisahan sebagian bisnis sawit dan karet ke dalam PTPN IV. Hal ini mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva PTPN III terkait bisnis tersebut beralih kepada PTPN IV.
Kemudian dalam transaksi kedua, PTPN IV juga menerima penggabungan dari beberapa anak usaha PT Perkebunan Nusantara lainnya. Beberapa PTPN yang dilebur ke dalam PTPN IV adalah PTPN V, PTPN VI, dan PTPN VIII.
Berdasarkan laporan Bloomberg, Palm Co tengah menunggu persetujuan formal dari kreditur pada bulan ini sebagai bagian dari proses IPO.
Presiden Direktur Holding PTPN III Mohammad Abdul Ghani mengatakan Mandiri Sekuritas, DBS, BNP Paribas dan CIMB telah ditunjuk sebagai penjamin emisi efek. “Seperti balapan mobil, kami saat ini sudah ada garis start dan sedang menunggu lampu hijau untuk tancap gas,” kata Ghani.
IPO Palm Co diperkirakan bakal makin menyemarakkan aksi penggalangan dana di pasar modal Indonesia tahun ini.
Nilai emisi perusahaan sawit ini diestimasi bakal mencapai Rp10 triliun dan menjadi salah satu yang terbesar sepanjang 2023.
Manajemen PTPN III sebelumnya memperkirakan nilai IPO bakal berkisar di Rp8 triliun, sementara Ghani mengemukakan sebelumnya nilai IPO akan berkisar Rp5 triliun sampai Rp10 triliun yang berasal dari 20 persen saham perseroan.
“Kami akan menggunakan dana hasil IPO untuk investasi pada proyek penghiliran, termasuk produksi energi terbarukan,” kata Ghani.
Palm Co sendiri akan mulai membangun fasilitas produksi biodiesel di kawasan industri Sei Mangke, Sumatra Utara pada tahun ini. Produksi ditargetkan mulai berlangsung pada Januari 2024.
Di sisi lain, PTPN III berencana untuk menggenjot produksi minyak gorengnya dari hanya 460.000 ton menjadi 1,8 juta ton pada 2026.
Dua proyek ini diperkirakan bakal menyerap dana hingga US$270 juta yang mencakup ekspansi area perkebunan menjadi 650.000 hektare (ha) dalam lima tahun ke depan.
Grup Perkebunan Nusantara juga berencana mengembangkan bisnis produksi gulanya untuk mendukung kebutuhan pangan dan energi di dalam negeri.
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan importir gula terbesar di dunia.
Entitas Perkebunan Nusantara lainnya, Sugar Co, menargetkan produksi dapat menembus 2,1 juta ton pada 2026 dari hanya 768.000 ton saat ini.
Target ini sejalan dengan target perluasan perkebunan tebu menjadi 100.000 ha melalui konversi sebagian kebun karet, kopi dan kakao.
Sugar Co juga bakal mendatangkan varietas tebu dari Brasil dan Australia untuk merealisasikan rencana tersebut dan kebutuhan dana diestimasi menembus Rp16 triliun.
Author: Iim Fathimah Timorria
Editor : Pandu Gumilar.
Sumber Berita : market.bisnis.com