Riset dan penelitian sangat dibutuhkan dalam pengembangan industri sawit berkelanjutan. Selain untuk memajukan industri sawit, riset dan penelitian juga dibutuhkan untuk menepis kampanye hitam yang terjadi selama ini. “Oleh karena itu, kami menjembatani inventor inovasi sawit dan calon investor sehingga hasil riset dan inovasi dapat dikomersialisasikan serta tidak berakhir di begitu saja,” kata Ketua Umum Asosiasi Inventor Indonesia (AII) Didiek Hadjar Goenadi dalam webinar Penguatan Industri Kelapa Sawit Berbasis Teknologi Baru Hasil Riset di Jakarta, baru-baru ini
Menurut dia, biasanya inventor itu terhenti di Tingkat Kesiapterapan Teknologi 7 atau Technology Readiness Level (TRL) 7 dan tidak mampu ke tahap 8 dan ke-9. Artinya, riset itu terhenti di atas kertas saja. Kendalanya, karena tidak memperoleh dukungan dana untuk bisa meningkatkan hasil riset dan inovasinya ke tingkat berikutnya yakni, TRL 8 dan TRL 9, yang sebenarnya ada di tahapan industri. Mulai dari plastik dari limbah sawit, limbah kelapa sawit menjadi material nano crystal, bioenergi, hingga busa pemadam kebakaran dari minyak sawit.
“Kegiatan riset merupakan ujung tombak kemajuan industri berbasis komoditas unggulan strategis nasional seperti sawit,” kata Kepala Divisi Lembaga Kemasyarakatan dan Civil Society Badan Layanan Umum (BLU) BPDPKS Aida Fitria. Diperlukan alokasi dana riset yang mencukupi agar penguatan aktivitas riset dapat dilakukan dan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mendukung perkembangan industri sawit berkelanjutan. BPDPKS telah mendanai 234 kontrak perjanjian kerja sama dengan 70 lembaga penelitian dan pengembangan dengan keterlibatan 840 orang peneliti dan 346 orang mahasiswa. Hasil riset tersebut telah menghasilkan, antara lain 201 publikasi ilmiah, baik jurnal nasional dan internasional, 42 paten dan enam buku. (esy/jpnn)
Sumber berita : JPNN.com