Malaysia dan Indonesia bersepakat mengendalikan harga minyak sawit (CPO/ crude palm oil) dunia. Hal itu terungkap dalam pernyataan pernyataan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara di Jakarta, Jumat, 1 April 2022.
Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan, pernyataan itu memberi sinyal kedua negara akan mengarahkan dewan negara penghasil minyak sawit, Council of Palm Oil Producing (CPOPC) menjadi seperti OPEC.
“Dan bagi Malaysia tentu saja ini menguntungkan. Karena Malaysia tengah menghadapi tantangan baru di pasar minyak sawit dunia akibat kebijakan Indonesia. Biarpun katanya Malaysia mempunyai bursa CPO sendiri, itu tidak menjadi jaminan,” kata Tungkot kepada CNBC Indonesia, Jumat (1/4/2022).
Pasalnya, lanjut dia, ada 3 kebijakan Indonesia terkait minyak sawit yang menyebabkan pasar lebih dinamis.
“Ada 3 kebijakan yang menjadi kartu truf Indonesia. Yakni, hilirisasi minyak sawit, pungutan ekspor, hingga mandatory biodiesel. Akibat kebijakan itu, produk hilir Malaysia tidak lagi kompetitif. Selama 2 tahun ini, pangsa pasar mereka di luar negeri terus menyusut,” kata Tungkot.
Hilirisasi dan pungutan ekspor, lanjut dia, menyebabkan industri hilir di dalam negeri bisa mendapatkan bahan baku lebih murah.
“Karena itulah, Malaysia mengusulkan itu, salah satunya demi melindungi dirinya juga. Sebenarnya, Indonesia sekarang sudah menentukan pasar dunia. Kalau soal bursa, di Rotterdam juga ada. Tolak ukurnya adalah siapa menguasai stok dunia dia yang pimpin pasar,” kata Tungkot.
Sebelumnya, didampingi Presiden Joko Widodo, PM Malaysia, PM Malaysia mengatakan, kedua negara sepakat bahwa harga sawit dunia memang harus ditentukan Indonesia-Malaysia. Sebagai, produsen utama minyak sawit dunia.
“Kami berdua bersetuju harga minyak kelapa sawit patut ditentukan bersama oleh pihak Malaysia dan Indonesia dan tidak bersaing dari segi penetapan harga. Karena Malaysia dan Indonesia merupakan dua negara yang menguasai keseluruhan dari segi ekspor minyak kelapa sawit,” kata PM Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob dalam tayangan akun Youtube Sekretariat Presiden.
Tungkot mengatakan, jika mengacu pernyataan PM Malaysia tersebut, ke depan, rencana pasokan akan ditentukan dalam sidang CPOPC.
“Bahasa ekonominya kartel. Kartel nggak selalu negatif. Dengan kartel ini, CPOPC akan mengatur dan mengelola stok minyak sawit dunia. Tanpa kartel, harga sawit akan lebih rendah,” ujarnya.
Sebab, imbuh dia, tujuan kartel adalah untuk mendongkrak harga jadi lebih tinggi.
Selanjutnya, kata Tungkot, perubahan peran CPOPC itu akan disertai perubahan-perubahan kebijakan di negara anggota, Indonesia dan Malaysia.
“Ini akan mempengaruhi harga internasional. Karena itu, akan berdampak pada perubahan kebijakan di Indonesia, PR-nya banyak. Mulai dari kebijakan tarif pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK),” katanya.
Sumber berita : cnbcindonesia.com