InfoSAWIT, JAKARTA – Brondolan adalah satuan produksi terkecil di perkebunan kelapa sawit, namun kalau hal ini terabaikan maka akan memberikan kerugian bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak kecil. Setiap pelaksanaan panen pasti akan menghasilkan brondolan karena Brondolan ini adalah merupakan satu-satunya kriteria dalam menentukan Tandan Buah Segar (TBS) sawit matang panen dan boleh dipotong, yaitu TBS masak adalah TBS yang telah membrondol secara alami 1-2 butir per kg TBS.
Kalau brondolan yang dihasilkan sedikit maka sudah dipastikan adanya potong buah mentah atau brondolan tertinggal di kebun, dengan lokasi brondolan tingal di kebun yaitu:
- Brondolan di piringan.
- Brondolan di ketiak pelepah.
- Brondolan di gawangan mati.
- Brondolan di pasar pikul.
- Brondolan di tumpukan pelepah.
- Brondolan di parit.
- Brondolan di TPH.
- Brondolan di Jalan.
- Brondolan di bak truk/traktor.
- Brondolan di loading ramp kebun.
- Brondolan di dapur karyawan.
Untuk mengurangi adanya looses brondolan ini maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap brondolan yang tertinggal di tempat-tempat tersebut dengan melakukan pemeriksaan ancak setiap hari oleh asisten, askep dan manager terhadap hasil pemeriksaan ancak mador sekaligus memeriksa hasil kerja pemanen 5 orang wajib setiap hari.
Agar pemeriksaan ini bisa memaksa pemanen untuk meng-kutip brondolan maka dibuat aturan denda brondolan (Rp. 200,-/butir) sehingga pemanen akan dipaksa melakukan kutip berondolan agar penghasilannya tidak terkena denda.
Penerapan denda panen ini tentunya telah didasari oleh dasar yang kuat yaitu:
- Brondolan ini jika tidak dikutip bersih maka akan menyebabkan Berat Janjang Rata-rata (BJR) kebun turun dan ini akan membuat pemanen tidak bisa bertambah penghasilannya karena dasar pembuatan ketentuan basis borong adalah dari BJR, sehingga kalau brondolan terkutip seluruhnya maka BJR akan naik, tidak akan turun. Tetapi kalau tidak dikutip maka pasti brondolan tinggal di piringan, gawangan, pasar pikul dan jalan angkutan ke Pabrik Kelapa Sait (PKS), akibatnya BJR akan turun.
- OER yang dicapai menjadi berkurang, karena brondolan mempunyai kandungan OER yang tinggi 40-50%.
- Brondolan tidak dikutip bersih akan menyebabkan gulma di kebun (muncul Kentosan) yang jika tidak diberantas akan menyebabkan persaingan unsur hara yang akan menurunkan produksi, karena mengambil unsur hara yang tersedia bagi pohon sawit utama dan tentunya akan menambah biaya perawatan kelapa sawit.
- Menimbulkan kerugian yang besar akibat brondolan tidak dikutip. Kalau pemeriksaan ancak didapati brondolan tidak dikutip 1 brondolan/pokok maka potensi kerugian perkebunan kelapa sawit: satu brondolan x 136 pokok/ha x 4 rotasi x 12 bulan x 750 Ha/afd)/70 brondolan/kg x 40% = 27.977 kg CPO.
Kerugian yang terjadi jika 1 butir brondolan tidak dikutip saat panen selama 1 tahun pada luas afdeling 750 Ha, maka kerugiannya adalah27.977 kg CPO x Rp. 8.000,-/kg = Rp. 211.032.000,-
Bila luas kebun sawit 3.000 Ha brondolan tidak dikutip 1 butir/pokok setiap panen selama 1 tahun maka kerugian = 3.000 ha/750 Ha x Rp 211.032.000,- = Rp. 844.128.000,-
Dengan telah mengerti dan mengetahui hal-hal yang Paling Bernilai Di Kebun Sawit, maka sebagai pengelola kebun akan selalu memperhatikan hal tersebut diatas supaya tidak terjadi Looses yang banyak. Hasilnya potensi kerugian yang dialami perusahaan dapat ditekan menjadi zero looses, dengan cara ini harapannya akan meningkatkan kesejahteraan perusahaan dan tentu saja turut meningkatkan kesejahteraan karyawannya dan menambah pemasukan negara dari devisa dan pajak. (*)
Penulis: Ahmad Hulaimi / Penulis Buku-Praktisi Perkebunan Kelapa Sawit
Sumber Berita : infosawit.com