InfoSAWIT, JAKARTA – Pertumbuhan bisnis komoditas global, menjadi kunci keberhasilan pembangunan bagi negara-negara di dunia. pertumbuhan bisnis yang bermuara kepada perkebunan ini, masih terus bertumbuh, kendati pertumbuhannya menghadapi pandemi covid 19 yang kian meluas. dikenal pula sebagai bagian dari bio-bisnis, industri minyak sawit indonesia kian terus bertumbuh hingga dewasa ini.
Sejak bertumbuh menjadi industri komoditas global, minyak sawit dikenal luas sebagai minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku minyak makanan dan non makanan. Kegunaan akan minyak nabati yang meluas ini, merupakan bukti dari besarnya kebutuhan manusia akan minyak sawit. Bahkan, pertumbuhan konsumsi setiap tahunnya kian bertambah besar.
Memang minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling efektif dan efisien. Lantaran, kebutuhan lahan setiap hektarnya, mampu menghasilkan minyak nabati hingga 10 kali lebih banyak dibandingkan minyak nabati lainnya. Tingginya produktivitas minyak nabati yang dihasilkan, menjadikan minyak sawit sebagai minyak nabati yang juga paling murah harganya.
Efisien dalam penggunaan lahan dengan produktivitas hasil yang paling tinggi, menjadikan minyak sawit kian bertambah besar produksinya. Dalam menghadapi kondisi yang penuh ketidak pastian ini, minyak sawit masih memiliki peluang besar untuk senantiasa terus bertumbuh. Kendati tidak membuka lahan baru dan hanya mengandalkan lahan yang sudah ada.
Menghadapi masa pandemi covid19, kondisi yang dihadapi sama dengan industri lainnya. Kendati memiliki persoalan dan hambatan yang sama, namun industri kelapa sawit masih bisa bertumbuh hingga akhir tahun. Lantaran produk minyak sawit yang dihasilkan, merupakan minyak nabati yang menjadi primadona pasar global.
Minyak sawit memiliki keunggulan utama sebagai minyak nabati yang paling efisien dan halal digunakan banyak orang. Sebab itu, permintaan pasar global setiap tahunnya selalu bertumbuh. Besarnya potensi pertumbuhan akan permintaan pasar minyak sawit global, juga berasal dari permintaan konsumen dunia yang membutuhkan berbagai produk konsumsinya.
Produk konsumsi yang banyak menggunakan minyak nabati, secara perlahan juga mengalami peralihan kepada minyak sawit. Lantaran, minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling komplit mata rantai karbonnya, sehingga menjadi minyak nabati paling populer untuk digunakan industri yang menggunakan minyak nabati sebagai bahan bakunya. Alhasil, sebagian besar industri turunan di Amerika Serikan dan Uni Eropa, banyak yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya.
Penggunaan minyak sawit sebagai salah satu bahan baku industri, juga banyak digunakan industri di berbagai negara, seperti Cina, India, Bangladesh, Pakistan, Malaysia, Indonesia, dan sebagainya. Tingginya konsumsi dari industri turunan inilah, yang berpengaruh besar terhadap permintaan pasar global akan minyak sawit.
Pesatnya pertumbuhan konsumsi minyak sawit global, secara nyata berdampak terhadap tumbuhnya kampanye anti sawit dari kelompok tertentu, salah satunya dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) global yang melakukan propaganda kampanye anti sawit. Berbagai isu kampanye dikembangkan, hingga melakukan berbagai seruan boikot penggunaan minyak sawit.
Bagi para pemerhati minyak sawit, berbagai aksi yang dilakukan LSM terkini, cenderung melakukan kampanye hitam yang jauh panggang dari api. Pasalnya, banyak perubahan yang sudah dilakukan para pelaku bisnis minyak sawit, yang mendorong produksi minyak sawit berkelanjutan. Pelaku bisnis minyak sawit juga termasuk petani kelapa sawit, yang menguasai lebih dari 42% dari lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Masa Pandemi: Kampanye Hitam Vs Masyarakat
Sebagai primadona minyak nabati global, minyak sawit kian dikenal luas masyarakat dunia. Terlebih Green Campaign yang banyak dilakukan LSM global, secara nyata juga turut mempopulerkan keberadaan minyak sawit. Sebab itu, minyak sawit banyak dikenal luas masyarakat, kendati berbagai paradigma turut menyertai keberadaannya.
Paradigma negatif yang banyak disuarakan LSM, cenderung beralih menjadi kampanye hitam yang hanya bertujuan memboikot penggunaan minyak sawit. Namun, kampanye hitam yang dilakukan LSM cenderung gagal dalam mempengaruhi opini masyarakat luas. Lantaran, berbagai informasi berimbang, sudah banyak tersedia dan mudah dibaca masyarakat.
Terlebih masa pandemi covid 19 saat ini, sebagian besar masyarakat bisa cepat mengakses informasi dari sumber yang kredibel dan terpercaya. Banyak kampanye hitam yang kemudian gagal, lantaran mendapatkan perlawanan dari suara masyarakat sendiri, yang sudah memiliki pemahaman baik dan benar mengenai minyak sawit.
Konsumsi masyarakat global akan minyak sawit, menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian di masa pendemi covid 19, juga menjadi salah satu penyebab bertumbuhnya permintaan pasar global. Working From Home (WFH) menjadi salah satu kegiatan utama pekerjaan yang banyak dilakukan dewasa ini. Alhasil, penggunaan minyak makananpun meningkat, lantaran banyak orang yang bekerja dirumah dan memilih memasak sendiri makanannya.
Bertumbuhnya konsumsi masyarakat di masa pendemi Covid19 menjadi gambaran kuat akan pentingnya keberadaan minyak sawit bagi masyarakat luas. Sebab itu, kampanye hitam akan langsung berhadapan dengan masyarakat luas yang membutuhkan adanya minyak sawit.
Mengutip seorang filsuf terkenal, Socrates yang mengatakan bahwa kami berdiskusi bukanlah masalah kecil, tapi bagaimana kami harus hidup. Itulah minyak sawit berkelanjutan Indonesia.
“We are discussing no small matter, but how we ought to live”
Socrates, in Plato’s Republic.
Sumber Berita : infosawit.com