Praktik curang menghantui program minyak goreng (migor) curah bersubsdi. Migor tersebut dikhawatirkan merembes ke pasar dengan dikemas ulang menjadi migor bermerek dalam kemasan.
Sebetulnya, kata Sahat, ada perbedaan antara migor curah dengan migor dikemas ulang.
“Pertama, ada barcode nggak? Karena di setiap produksi ada barcodenya. Punya SNI atau tidak? Kalau tidak punya barcode, tidak punya SNI, tidak punya BPPOM, itu pasti abal-abal, bocoran,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi IV DRP dengan GIMNI dan AIMMI di Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Selain itu, Sahat menambahkan, daya tahan di suhu tertentu memudahkan untuk migor dalam kemasan dari migor curah.
“Migor itu ada yang bermerek itu premium dan curah itu komoditas. Yang bermerek ini ada marketing cost sehingga memang berbeda dan kualitasnya juga berbeda. Yang premium karena disimpan di supermarket, harus tahan nggak beku di suhu 6 derajat,” jelasnya.
Sedangkan untuk migor curah, lanjutnya, disesuaikan sehingga tahan tidak beku di suhu 12 derajat.
“Mengherankan memang. Kami mendapat informasi bahwa migor curah dikemas kembali. Harusnya masyarakat tahu bagaimana membedakannya. Secara visual, kalau berembun, itu berarti migor curah dikemas ulang,” kata Sahat.
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mengimbau Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan tidak ada penimbunan, termasuk praktik pengemasan ulang. Dia mempertanyakan langkah Kemendag menjamin tidak ada switching (peralihan) dari minyak goreng curah ke versi kemasan premium.
Praktik curang menghantui program minyak goreng (migor) curah bersubsdi. Migor tersebut dikhawatirkan merembes ke pasar dengan dikemas ulang menjadi migor bermerek dalam kemasan.
Sebetulnya, kata Sahat, ada perbedaan antara migor curah dengan migor dikemas ulang.
“Pertama, ada barcode nggak? Karena di setiap produksi ada barcodenya. Punya SNI atau tidak? Kalau tidak punya barcode, tidak punya SNI, tidak punya BPPOM, itu pasti abal-abal, bocoran,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi IV DRP dengan GIMNI dan AIMMI di Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Selain itu, Sahat menambahkan, daya tahan di suhu tertentu memudahkan untuk migor dalam kemasan dari migor curah.
“Migor itu ada yang bermerek itu premium dan curah itu komoditas. Yang bermerek ini ada marketing cost sehingga memang berbeda dan kualitasnya juga berbeda. Yang premium karena disimpan di supermarket, harus tahan nggak beku di suhu 6 derajat,” jelasnya.
Sedangkan untuk migor curah, lanjutnya, disesuaikan sehingga tahan tidak beku di suhu 12 derajat.
“Mengherankan memang. Kami mendapat informasi bahwa migor curah dikemas kembali. Harusnya masyarakat tahu bagaimana membedakannya. Secara visual, kalau berembun, itu berarti migor curah dikemas ulang,” kata Sahat.
Sebelumnya, Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mengimbau Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan tidak ada penimbunan, termasuk praktik pengemasan ulang. Dia mempertanyakan langkah Kemendag menjamin tidak ada switching (peralihan) dari minyak goreng curah ke versi kemasan premium.
Sumber Berita : cnbcindonesia.com