TROPIS.CO, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara.
Dalam Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2023, tertanggal 14 Maret 2023 yang ditandatangi langsung oleh Presiden Joko Widodo itu, ditetapkan juga Wakil Menteri Keuangan Prof. Suahasil Nazara, S.E., M.Sc., Ph. sebagai Ketua Pelaksana Satgas, dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional, Raja Juli Antoni dan Deputi Investigasi, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Agustina Arumsari, masing masing sebagai Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II.
Sedangkan Sekretaris I dan Sekretaris II, masing masing dijabat Deputi Bidang Sumberdaya Maritim, Menko Marives, dan Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian.
Wakil Menteri Keuangan, sebagai Ketua Pelaksana Tim Satgas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa sawit dan Optimalisi penerimaan negara.
Tak tercantum nama Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong, di dalam Keputusan Presiden yang masa kerja masa Tim Satgasnya itu hanya sampai 30 September 2024.
Sementara Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK yang kini pelaksana tugasnya, Ruanda Agung Soergardiman, dan Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, tercatat sebagai anggota Tim Satgas bersama 24 anggota lainnya, termasuk Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Bidang Ekonomi Musdalifah Mahmud.
Di dalam Kepres yang terbagi dalam 15 pasal, dan dalam Pasal 3, disebutkan, bahwa pembentukan satuan tugas ini, bertujuan melakukan penanganan dan penungkatan tata kelola industri kelapa sawit serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak industri kelapa sawit.
Setidaknya, ada enam tugas utama yang akan diemban Satgas, dan ini salah satunya, mencakup, menetapkan kebijakan strategis dan terobosan yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan dalam penanganan dan peningjkatan tata kelola industri sawit, serta penyelesaian dan pemulihan penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak pada industri kelapa sawit.
Hanya memang, tugas dari Tim Satgas ini, tidak mencakup penanganan perkara di bidang hukum pidana, terkait kelapa sawit yang ditangani oleh aparat penegak hukum, sedang terdapat upaya hukum atau telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Sebagai pertimbangan dari Kepres tersebut, disebutkan industri berbasis kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan produktivitas, namun berdasarkan audit masih terdapat permasalahan dalam tata kelola, hingga berpotensi hilangnya penerimaan negara dari pajak dan bukan pajak.
Cipta Kerja
Sebelumnya, dalam upaya audit terhadap industri kelapa sawit ini, dan juga mempercepat pengembangan investasi nasional, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang kemudian sempat disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022.
Di dalam UUCK ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menjadi leading sektor dalam implementasi UU tersebut pada sektor kehutanan dan lingkungan hidup, terkhusus terkait dengan program pengampunan akibat ‘keterlanjuran’ pemanfaatan kawasan hutan tanpa izin.
Dan salah satu isu penting dalam UU tersebut, keberadaan kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan yang dituangkan dalam pasal 110A dan pasal 110B beleid sapu jagat tersebut.
Bahkan, sebagai instrumen turunannya, sudah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal Dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Dengan regulasi tersebut, potensi negara mendapatkan pundi-pundi dari kebun sawit dalam kawasan hutan sangat besar. Sebagai contoh, untuk luasan kebun sawit dalam kawasan hutan seluas 10 ribu hektar dan umur tanaman 15 tahun, negara berpotensi mendapatkan PNBP sebesar Rp 500 miliar. Sementara itu, terindikasi luas kebun sawit di dalam kawasan tak kurang dari 3,5 juta hektar. Dan belum lagi, kawasan pertambangan di dalam kawasan hutan juga diperkirakan cukup luas.
Sebelumnya, Mei tahun 2021, Menteri LHK Siti Nurbaya telah membentuk sebuah tim untuk implementasi UU Cipta Kerja dan aturan turunannya di sektor kehutanan. Tim tersebut bernama Satuan Pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian Implementasi UU Cipta Kerja Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ditetapkan berdasarkan SK Menteri LHK nomor: SK.203/2021 yang diteken pada 4 Mei 2021. Sekjen KLHK Bambang Hendroyono ditunjuk sebagai Ketua Tim.
Doktor Sadino, salah seoran pemerhati hukum lingkungan, merespon keputusan presiden ini, dan menunjuk Menko Maritim dan Investasi sebagai Ketua pengarah, dan tidak dilibatkannya unsur dari penentu kebijakan di Kementerian LHK, dalam struktur inti, sebagai indikasi ada ketidakpuasan Presiden terhadap kinerja KLHK dalam mencapai target yang disuarakan dalam UU Cipta Kerja.
“Ada kesan, tim bentukan Menteri Siti Nurbaya dalam penyelesaian permasalahan ketelanjuran ini, bertele tele, dan lamban,”kata pakar hukum lulusan Universitas Indonesia, dan peraih doctor dasri Universitas Prahyangan Bandung itu.
“ Saya selalu dapat info,”, lanjut Sadino, bahwa semangat dunia usaha untuk menyelesaikan persoalan ini sangat tinggi, mereka siap membayar sanksi denda, tapi mereka merasakan sangat lamban, dan sulit berkomunikasi kepada pihak pihak yang menangani penyelesaian masalah ini. “ Ada sejumlah pihak pertambangan dan perkebunan kelapa sawit yang minta pertimbangan hukum terkait kasus kelanjuran ini”,tandasnya lagi.
Sumber Berita : tropis.co